Nama di Bawah Hujan

Aku ingat saat pertama bertemu dengannya. Saat hujan seperti ini. Tiga tahun yang lalu.

Hujan deras mengguyur rerumputan yang mulai layu. Aku yang sedang bercanda dan tertawa bersama teman-temanku dalam ruangan kafe yang hangat. Tiba-tiba aku melihatnya. Tubuhnya yang dibalut kaus berwarna merah tampak mencolok dari kejauhan. Payungnya yang berwarna biru metalik tampak seolah berbinar di bawah sinar lampu yang agak redup. Seperti biasa, wajahnya yang rupawan tampak lelah, tetapi posturnya tetap tegap, seolah baik-baik saja.

Kemudian dia berjalan mendekat sambil melipat payungnya. Saat dia melewati meja kami, terlihat beberapa tetes bekas air hujan menetes dari rambutnya yang cokelat dan lengannya yang putih bagai pualam. Tak lama kemudian dia memutuskan untuk duduk tak jauh dari kami. Teman-temanku masih terus bercanda dan tertawa tanpa ada yang menghiraukannya, mereka benar-benar tidak menyadari keberadaan lelaki ini.

Sudah banyak aku melihat lelaki tampan, tetapi ini pertama kalinya aku benar-benar terpana melihat seseorang. Tanpa tersenyum, tanpa berekspresi, matanya seolah-olah sudah bercerita mengenai banyak hal. Ada sesuatu yang misterius mengenai dirinya, dirinya yang selalu datang tiap hujan tiba, sesuatu yang berhasil menjerat diriku. Sulit untuk melepaskan pandanganku darinya. Nama, itu yang aku butuhkan darinya sekarang. Namanya. Dirinya seorang, dirinya yang selalu datang saat hujan tiba.

Lama aku memandanginya. Tiba-tiba dia sedikit terlonjak dari duduknya. Dengan cepat dia meraih telepon genggam di kantung celananya. Sebuah pesan kurasa. Sebuah senyum simpul tersungging di wajahnya yang nyaris sempurna. Sebuah senyum yang membuat hatiku sakit, karena aku tahu senyum itu takkan pernah untukku, sekarang maupun selamanya. Sekarang, saat semuanya telah terlambat.

Bel di pintu masuk berdenting. Seorang perempuan dengan kulit bak pualam dan sehalus sutra tampak membuka pintu. Rambut hitamnya yang panjang bergelombang tampak membingkai wajah indahnya yang oval, semakin menonjolkan matanya yang hitam dan berbinar-binar. Jari-jarinya yang panjang dan lentik bergerak dengan anggun untuk menutup payungnya yang berwarna keperakan.

Lelaki tadi kemudian berdiri, menghampiri perempuan ini. Sebuah senyum yang secerah mentari pagi, sebuah senyum yang selalu berhasil menghentikan jantungku, tampak dengan jelas di wajahnya yang selalu ingin kubelai. Kemudian dia memeluk perempuan ini dengan mesra, sebelum akhirnya menciumnya dengan penuh kasih sayang. Sekali lagi, aku terenyak. Air mata mulai mengalir turun di wajahku yang kini pucat. Walau demikian aku tetap tersenyum. Aku tahu, sudah lama aku tahu, bahkan sejak pertama kali melihatnya waktu itu, aku tahu bahwa hatinya sudah ia serahkan pada yang lain. Aku tahu itu, tetapi apa daya, hatiku tetap tidak mau mendengar perintah untuk tidak menangis. Aku telah jatuh hati padanya...

Teman-temanku mulai beranjak berdiri untuk pergi, kembali meninggalkan diriku sendiri di sini. Mereka masih terus bercanda dan tertawa, sampai sahabatku menoleh menatapku. Matanya berkaca-kaca. Tiba-tiba berkata kepada yang lain, "ingatkah kalian saat terakhir kali kita bersamanya? Saat itu juga hujan, sama seperti ini. Kita juga berada di kafe yang sama..." air matanya mulai mengalir membasahi wajahnya yang elok. Aku hanya dapat tersenyum miris mendengarnya. Air mataku yang sedari tadi sudah keluar, sekarang bertambah deras. Mereka semua hanya dapat terdiam memandang kursi yang kududuki, yang hanya tampak kosong di mata mereka.

"Sudahlah, hal itu sudah terjadi tiga tahun yang lalu... Dia sekarang sudah tidak ada... Kau pun tahu itu..." Kemudian mereka berbalik menuju pintu dan keluar. Kembali meninggalkan aku yang hanya dapat menatap lelaki itu dengan penuh sayang tanpa pernah dapat berbuat apa-apa. Saat semuanya sudah terlambat. Aku hanya dapat menunggunya di sini, setiap hari, tanpa henti. Dirinya yang selalu datang tiap hujan turun. Hanya dapat mengulangi rasa sakit di jantungku yang tak lagi berdetak.

Nama. Itu saja yang aku butuhkan darinya. Hanya sebuah nama, hanya itu yang dapat membuatku tenang untuk selamanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments