Feminitas...

ini gw bikin sebenernya buat jurnal logpen gw, tp stlh gw pikir-pikir, mungkin bagus juga kalo gw share, karena gw yakin bukan cuma gw cewe yg ngerasa gini...

Feminin dan Diri Saya Apa Adanya

Akhir-akhir ini saya banyak mendapat curhatan mengenai cinta dari teman-teman saya. Kalau dulu yang banyak bercerita adalah teman-teman saya yang perempuan, sekarang adalah teman-teman lelaki saya. Hal yang wajar memang, bahwa mereka bercerita mengenai perempuan yang mereka sukai. Bagaimana pun mereka juga bisa jatuh cinta sebagaimana layaknya perempuan. Hal yang membuat saya heran adalah, ada seorang di antara mereka yang berkata, “dia emang kelihatan tomboy dari luar, tapi di dalam hatinya sebenernya dia sangat feminin.” Setiap perempuan memang sebenarnya, tidak peduli seperti apa pun sikap yang dia tunjukkan, memiliki sifat feminin yang mungkin hanya dia tunjukkan pada saat-saat tertentu saja.

Sejak saya kecil dahulu, saya selalu diledek “gendut”, “gembrot”, dan lainnya baik oleh keluarga, maupun teman-teman saya. Mungkin sebab itulah yang kemudian membentuk saya menjadi seperti ini. Selain itu, karena ukuran tubuh saya yang terhitung ‘besar’, hampir tidak ada yang memperlakukan saya sebagaimana layaknya seorang perempuan. Pada awalnya saya menganggap hal ini baik-baik saja dan bukanlah sebuah masalah yang benar-benar berarti, saya pun tidak merasa keberatan dianggap sebagai ‘perempuan yang kuat’ dan justru merasa bangga karenanya. Namun kemudian saya menyadari, semakin sedikit teman lelaki saya yang menganggap bahwa saya butuh bantuan dan bahwa saya memang benar-benar kuat, sehingga mereka tidak lagi menganggap saya sebagai seorang perempuan dan menganggap saya lebih kepada salah seorang teman lelakinya. Awalnya saya mengikuti alur mereka dan merasa hal itu baik-baik saja. Malam ini, kalimat dari teman saya tersebut terasa seperti menyentak saya, mereka dapat melihat sisi feminin dari perempuan lain, tetapi tidak melihat bahwa saya juga seorang perempuan. Saya berkata ini bukan karena saya berharap bahwa mereka dapat jatuh cinta pada saya atau lain hal seperti itu, tidak. Saya berkata ini karena saya merasa kecewa kepada sikap mereka yang seringkali merasa aneh dan meledek saya bila saya bersikap feminin atau setidaknya berpakaian feminin.

Ketika SMP dulu, saya pernah memotong rambut saya hingga seleher, membuat saya tampak seperti anak laki-laki. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan saya lelah karena hampir tidak pernah dianggap sebagaimana layaknya perempuan. Sejak rambut saya sependek itu, banyak teman saya yang memuji bahwa saya tampak seperti anak laki-laki yang sangat manis. Saya akui, di satu sisi saya merasa sangat senang karena jarang sekali saya menerima pujian bahwa saya manis, tetapi di sisi lain saya juga merasa sedih dan kecewa, bagaimana pun saya dipuji manis bila dipandang sebagai anak laki-laki, dan bukannya sebagai seorang anak perempuan.
Hal-hal inilah yang kemudian pada akhirnya membentuk saya seperti saat ini. Saya sulit untuk menerima pujian seperti ‘cantik’, ‘manis’, dan sebagainya tanpa berpikir bahwa orang yang memuji saya mungkin mengalami kerusakan pada penglihatannya. Sekarang ini pun saya jadi semakin sering mengucapkan bahwa saya ganteng dan sering melontarkan lelucon mengenai jenis kelamin saya. Ini semua karena saya sudah merasa muak dan menyerah untuk mencoba bersikap feminin karena toh pada akhirnya banyak yang justru menganggap aneh diri saya bila saya bersikap demikian. Hal ini pulalah yang membuat saya tidak suka dengan nama saya, Anindya Asri Hastungkara. Hanya nama Hastungkara-nya saja yang saya suka. Mengapa? Karena Anindya merupakan bahasa Jawa kuno yang berarti ‘cantik’, sedangkan Asri berarti ‘enak dipandang’. Saya merasa bahwa kedua nama ini sangat tidak menggambarkan diri saya yang sebenarnya. Nama Hastungkara masih dapat saya terima karena arti yang dikandungnya adalah ‘yang diberkahi’ dan memang saya merasa telah diberi banyak berkah oleh Yang MahaKuasa dalam menjalani hidup sampai saat ini. Saya lebih menyukai nama Wulan pemberian ibu saya karena nama Wulan berarti ‘bulan’ dalam bahasa Jawa. Nama Wulan ini saya rasa lebih menggambarkan diri saya karena saya merasa saya memang seperti bulan. Bukan hanya karena bentuknya yang bulat (yang seringkali disinggung oleh beberapa teman saya mengapa nama ini sangat cocok untuk saya) dan permukaannya yang berkawah-kawah (seperti keadaan wajah saya yang seringkali disinggung oleh ibu saya), tetapi juga aura misterius yang sepertinya menyimpan banyak hal di dalamnya, termasuk sisi feminin itu.

Saya hanya dapat berharap bahwa suatu hari saya dapat benar-benar bersikap jujur mengenai diri saya dan dapat diterima oleh orang-orang di sekitar saya akan sikap-sikap feminin yang mungkin akan saya tampilkan. Memang sulit untuk mengubah apa yang sudah terpatri selama bertahun-tahun, tetapi kita tidak akan pernah tahu keberhasilan dari suatu hal sebelum benar-benar mencobanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 thougth(s):